History


Bahwa ada special relationship“ diantara Pulau Nias dan Jerman, itu sudah lama diketahui: mengingat saja bahwa pendirian Gereja Kristen maupun Katolik di pulau Nias dipelopori oleh para misionaris berbangsa Jerman. Terjemahan pertama pun dari Bibel /Alkitab didalam bahasa Nias adalah hadiah rohani dari pendeta-pendeta RMG- Wuppertal (Jerman) kepada umat kristiani di Nias. Tak terlupakan juga aktipitas yang luarbiasa dari organisasi Jerman dalam rangka R&R sesudah gempa bumi 2005.

Tetapi kurang sekali diketahui, bahwa bagi orang jerman nama pulau Nias berkaitan dengan peristiwa yg sangat tragis dan aneh juga: di lautan dekat pulau Nias di tahun 1942 tenggelam kapal KPM – Belanda „ Van Imhoff“ dan 411 orang Jerman mati sekali gus waktu itu. Akhirnya hanya 66 orang dapat meyelamatkan diri ke pantai pulau Nias-Selatan dan sesudah itu mereka ditangkap dan dipenjarakan kembali oleh polisi-kolonial Belanda di Gunung Sitoli. Dibantu oleh beberapa orang Nias yang bersahabat, mereka membebaskan diri awal thn 1942 dan proklamasikan „Republik Nias Merdeka“. Bahkan salah satu dari mereka Herr Fischer, seorang Jerman telah mengangkat diri sebagai perdana menteri dari Republik Nias tsb..



Semua ceritera itu begitu tragis dan aneh, dapat dibaca didalam publikasi oleh Herwig Zahorka: „Arca Domas – Sejarah Tugu Peringatan Pahlawan Jerman“
http://www.bogor.indo.net.id/indonesia.tuguperingatanjerman/

Berikut sesuatu kutipan dari buku tsb, yang khususnya berkaitan dengan peristiwa di Nias 1941/42
Tenggelamnya Kapal “VAN IMHOFF” dan „REPUBLIK NIAS MERDEKA“
Oleh Herwig Zahorka

Pada tanggal 14 Desember 1941 pasukan Jepang mendarat di Borneo dan pada bulan Februari tahun 1942 di Air Bangis, Sumatra Barat. Orang – orang Jerman tidak boleh jatuh ke tangan tentara Jepang, karena Jerman dan Jepang telah bersekutu. Pemerintah kolonial Belanda meutuskan untuk membawa para tawanan Jerman ke tangan kolonial Inggris India. Dua kapal Belanda dengan tawanan Jerman berangkat dari Sibolga, Sumatera. Dan yang ke tiga kapal 3000 ton berangkat pada tanggal 18 Januari 1942 – kapal tersebut bernama KPM “VAN IMHOFF”. Kapten kapal tersebut bernama Bongvani. Setelah beberapa jam berada di lautan, kapal tersebut diperintahkan untuk kembali dan membawa beberapa orang Jerman lagi. 477 orang Jerman pada akhirnnya ditawan pada ketinggian satu meter, dengan kawat berduri mengelilingi mereka, dan diantara mereka juga ada Albert Vehring dan Walter Spies. Belanda mengawasi mereka dengan 62 tentara yang bersenjata. Selanjutnya para kru – krunya kurang lebih memegang 48 orang. Kapal itu tidak menggunakan tanda simbol Palang Merah.

Pada keesokan harinnya, kapal tersebut mendapat serangan dari pesawat tempur Jepang. Dua bom mendarat di laut, tetapi bom yang ke tiga mengenai kapal tersebut. Perwira ke satu mengatakan kepada para tawanan Jerman bahwa kapal tersebut tidak berada dalam keadaan berbahaya, bahkan sudah meminta bala bantuan yang akan segera datang. Orang – orang di belakang kawat berduri itu tidak perlu panik. Tetapi para tawanan Jerman sangat terkejut, ketika mereka melihat orang – orang Belanda menurunkan lima perahu kargo yang ditarik dengan perahu motor penarik. Dengan kapal kargo tersebutlah, orang – orang Belanda meninggalkan kapal dan menuju ke Sumatera. Setiap 5 ton perahu kargo tersebut bisa membawa sekitar 80 orang dan perahu motor penarik yang dapat menampung 60 orang lagi. Beberapa diantara perahu ini hampir kosong.

Para tawanan Jerman tadi akhirnya dapat mengeluarkan diri mereka dari penjara dan mereka menyadari bahwa kapal tersebut akan tenggelam. Mereka menemukan bahwa para orang – orang Belanda telah merghancurkan pompa air dan jaringan komunikasi kapal tersebut. Pada bagian belakang kapal, mereka menemukan sebuah sekoci penolong yang tidak bisa diangkat dari tempatnya oleh orang – orang Belanda sebelumnya. Bahkan dayung dari sekoci tersebut telah dipatahkan oleh orang – orang Belanda. Sekoci tersebut dapat memuat sekitar 42 orang di dalamnya. Beberapa orang Jerman yang kuat dapat mengangkat lalu memindahkan sekoci tersebut ke perairan, kemudian sekitar 53 orang Jerman masuk ke dalam sekoci tersebut. Mereka menggunakan papan sebagai dayung dan menjauh dari kapal yang tenggelam tersebut agar selamat dari arus kapal tersebut.

Kira – kira 200 pria sudah meloncat ke air dan berharap datangnya bantuan. Walaupun demikian, bom yang meledak telah membunuh banyak ikan – ikan yang dapat menarik perhatian ikan hiu yang datang dan menyerang orang – orang yang tak terselamatkan tersebut. Beberapa orang diantara mereka memutuskan untuk bunuh diri. Beberapa orang yang kuat diantara mereka mambangun rakit dari kayu – kayu dan tali yang mereka temukan di kapal sebelum tenggelam. Teman dari Albert Vehring menemukan sebuah sampan dayung yang panjangnya 2 atau 3 m di tempat yang tersembunyi. 14 orang masuk ke dalamnya. Vehrings yang memimpin komando sampan dayung tersebut. Pinggiran perahu tersebut hanya kira – kira berjarak 10 cm dari permukaan laut. Ketika perahu dayung mereka telah berjarak 100 m dari kapal, kapal tersebut akhirnya tenggelam dengan seketika. Sekitar 200 orang masih tertinggal di atas kapal yang tenggelam tersebut.

Kedua perahu dan sebuah rakit tersebut berusaha untuk mencapai pulau Nias yang berjarak 55 mil laut dari tempat tenggelamnya kapal. Keesokan harinya, tanggal 20 Januari, sebuah kapal Belanda yang bernama “BOELOENGAN” mendekati kelompok orang – orang Jerman tersebut. Kapal tersebut mendekat kira – kira 100 m dari perahu Vehring. Dari atas kapal ada yang meneriakkan “apa kalian orang Belanda?”. Saat mereka mengetahui bahwa ini adalah kelompok orang Jerman, kapal “BOELOENGAN” berbalik arah lalu menghilang meninggalkan mereka. Oleh karena ini, orang – orang Jerman yang berada di atas rakit tidak dapat kesempatan untuk selamat. Seorang penjual toko emas Yahudi yang telah meninggalkan Nazi Jerman, meloncat ke perairan dan berenang menuju ke kapal “BOELOENGAN”. Walaupun demikian, tanpa kasihan orang – orang Belanda menolaknya dan memaksanya kembali ke perairan. Ini adalah keputusan mati yang tidak layak.

Kemudian pada tanggal 20 Juni 1949, Albert Vehring melaporkan kejadian yang tak dapat terbayangkan itu dengan mengangkat sumpah kepada notaris Jerman, Bernhard Grünewald, di Bielefeld. Dia memberikan penjelasan bahwa pada saat air laut naik, setengah dari awak perahunya keluar dari perahu dan berpergangan pada perahu agar perahu tersebut dapat menjadi lebih ringan. Dan orang – orang yang berada di rakit tidak dapt diselamatkan lagi.

Pada hari ke 4 tepatnya 23 Januari 1942, mereka sampai dalam keadaan kehausan, lapar, kekeringan dan terbakar matahari di pantai menanjak pulau Nias. Perahu yang lebih besar terbalik akibat hempasan. Karenanya, satu orang meninggal dunia. Satu orang tua yang berusia 73 tahun menggantung dirinya karena putus asa. Keesokan paginya, beberapa orang Nias yang bersahabat dan seorang pastur Belanda, Ildefons van Straalen, memberikan makanan dan minuman kepada orang – orang yang selamat.

Dalam keberuntungan ini ditemukan 411 orang tentara Jerman yang mati, 20 Protestan dan 18 Katholik misionaris seperti orang yang cerdas artis Walter Spies. 67 orang mencapai Nias dari 65 orang yang masih bertahan. Karena kapal “VAN IMHOFF” kepunyaan dari Belanda KPM dan Belanda menduduki Jerman. Asuransi dari KPM harus membayar kompensasi untuk 4 milion Gilder kepada para keluarga yang mati di Jerman. Satu kali saja perangnya terjadi. Setelah perang tersebut orang tua dari Walter Spies yang mati dimana tinggal di Inggris membuat surat pengaduan di Pengadilan melawan Kapten dari “VAN IMHOFF” namanya Bongovan. Dia hampir kena hukuman mati, tetapi cepat mendapat pengampunan.

Pada keesokan harinya yang hidup di Nias tertangkap oleh orang Belanda dan dibawa ke ibukota Gunung Sitoli. Disana mereka dibawa ke tempat penjara Polisi, penjaganya dari orang Belanda dan polisi Indonesia dari Sumatra Utara. Polisi Indonesia sangat kaget bahwa mereka menjaga orang Jerman karena sebelumnya orang Jerman telah mengalahkan kehidupan Pemerintah Kolonial di Belanda. Albert Vehring bekerjasama bersekongkol dengan polisi Indonesia.

Orang Jerman bersekutu dengan polisi Indonesia dan pada hari Minggu Palem pada tahun 1942 orang Belanda dipenjara. Jepang pada waktu itu sedang mendarat di Sumatra dan Jawa dan mengirim semua orang Belanda ke pengasingan dan dalam takdirnya mereka, sangat ironi sekali. Sekarang sangat tidak percaya apa yang telah terjadi di Nias, membuat kita hari ini tersenyum:
 Jerman berproklamasi dengan Nias “Kemerdekaan Republik Nias”. Komisaris perusahan Bosch, Herr Fischer, telah menjadi Perdana Mentri dan Albert Vehring menjadi Mentri Luar Negri. Mereka menjadikan rekan dengan Nias. Nias menjadi senang pada akhirnya mereka bersorak sorai telah mendapat kekuatan. Beberapa minggu kemudian orang Jerman bersama dengan Nias melakukan perjanjian Pulau Nias. Kemudian Albert Vehring berlayar ke Sumatra untuk membuat kontak dengan orang Jepang. Orang Jepang datang ke Nias pada tanggal 17 April 1942 dan membawa orang Belanda untuk dipenjara, dan dimana ada juga Pastor van Straalen. Orang Jerman bisa kembali lagi ketempat asalnya, dimana mereka bekerja dulu disana dan “Kemerdekaan Republik Nias” telah melepaskan mereka kembali. Albert Vehring bekerja untuk orang Jepang di hotel, sesudah itu memproduksi senapan dan kemudian menjadi insinyur kapal di Singapura.